“Pulang itu ya ke rumah, yang ada halamannya. Yaitu kampung halaman”
 |
| Memberi makan sapi, kesenangan yang tidak mungkin terjadi di Jakarta. |
Berlibur ke kampung halaman? WOW! siapa yang nggak mau coba? Setelah hijrah
ke Jakarta, berlibur ke kampung halaman seolah menjadi agenda yang selalu
dinantikan. Anak-anak selalu bertanya, "kapan kita pulang lagi, Buk?"
Pertanyaan seperti itu selaluuu saja meluncur dari mulut kecil mereka.
Boro-boro tahunan, baru bulan lalu pulang kampung. Bulan ini udah tanya kapan
pulang lagi.
Ahh..Namanya juga anak-anak. Kumpul bareng Mbah, Paman, Budhe dan
sepupu-sepupunya yang masih seumuran. Ya, pasti heboh banget. Jangankan
anak-anak, lha kami sendiri emak bapaknya juga hampir sama. Baru selesai mudik
lebaran, eee...udah kasih tanda lagi di kalender. Jadwal pulang untuk liburan
berikutnya. Jiahh!! Sampai-sampai nih, istilah "pulang" kampung, sudah
diganti sama suami. Menjadi "berlibur" ke kampung. Kalau pulang itu
ya ke rumah. Lha ini rumahnya di Jakarta, koq pulangnya ke kampung.Lhadalah, bener juga suami saya.
Balik lagi soal liburan ya. Beberapa waktu yang lalu, kami sekeluarga
berlibur ke Magetan. Kampung halaman saya, juga anak tetangga yang jadi bapaknya anak saya.Hihihihi.... suami maksud saya. Liburan kali
ini sebenarnya tidak terlalu kami rencanakan dari jauh hari. Maklumlah, kerjaan
suami nggak bisa diplanning kayak orang kantoran pada umumnya. Kalau lagi ada
gawe, ya musti gawe. Malem tahun baru pun, kami anak istrinya sudah biasa main kembang api tanpa
bapaknya. Ciannn…
Nah, meskipun liburan kali ini sifatnya tergantung kemujuran. Maksudnya
kalau suami gak ada kerjaan kita langsung cabut. Kalau ada kerjaan ya batal.
Hiks!.. Sehari sebelum hari H, kami sudah packing seluruh perlengkapan. Selain
koper, bantal, dan logistic (read : makanan buat di jalan). Emergency bag adalah tas
terpenting yang nggak bisa saya tinggalkan. Ya soalnya, kami pergi dengan
balita dan batita. Selain mainan dan buku favorit mereka, di tas itu harus ada
tissue basah, baby toiletries, obat-obat dan baju ganti cadangan.
Sampai tengah hari H, belum juga ada kepastian keberangkatan kami. Anak-anak
pun mulai lesu. Berbagai acara liburan sudah mereka rencanakan dengan
saudara-saudaranya di kampung. Saya pun mulai hopeless. Karena terlanjur
membayangkan bertemu sepincuk nasi pecel kakak-kakak perempuan saya dan ibu.
Di tengah kelesuan itu, saya melihat ada yang beda dengan Najwa (anak pertama saya).
Wajahnya sedikit memerah, agak pucat dan pengen rebahan terus. Respon saya
sebagai orangtua langsung pegang keningnya. Duhh, agak panas. Saya bergegas
mengambil thermometer di kamar untuk memastikan suhu tubuhnya.
Tak berapa lama, setelah saya
selipkan alat pengukur suhu digital itu di ketiaknya. Thermometer pun menunjukkan angka 37,5 derajat celcius, masih aman, begitu pikir saya. Apalagi si Kakak
masih doyan makan, minum dan ngemil pun masih banyak. Dan, meskipun sambil rebahan, dia masih
kelihatan ceria. Itu artinya, badannya tidak lemas. Semoga ini hanya karena perubahan suhu tubuh biasa saja.
 |
| Badan Najwa mulai panas, dan memilih rebahan saja. |
Tepat pukul 11 malam, suami saya mengetuk pintu rumah. Saya pun segera membukanya.
“kita berangkat, sekarang!” begitu katanya. Tak perlu menunggu lama, saya langsung menukar baju.
Memasukkan koper, dan bantal. Kemudian menggendong anak-anak. Wow banget!! Kayak mimpi aja, 30
menit cukup untuk persiapan. Akhirnya, jadi juga kami berlibur ke kampung halaman. Hore!!!! Begitu teriak anak-anak saat kendaraan mulai melaju menembus gelapnya malam.
Selama perjalanan, lalu lintas bisa dibilang lancar. Kalau macet pun, ya cuma
di tempat-tempat yang emang sudah langganan macet. Tapi, hati saya mulai macet.
Eh, maksud saya mulai khawatir. Karena kakak lebih banyak diam. Setiap kali
kami ajak ke toilet di rest area pun, dia selalu menolak. Sampai puncaknya, di
wilayah Tegal, kakak ngompol. Duh.. kakak, di rumah aja gak pernah ngompol, ini malah ngompol di jalan.
Tubuhnya memang terasa lebih panas dari sebelumnya. Dan, setelah saya tanya
kenapa gak mau pipis di toilet. Katanya karena saluran kemihnya perih, jadi
sakit. Makanya dia takut pipis, dan akhirnya mengompol karena sudah nggak
tahan.
 |
| Suhu tubuhnya mencapai 38,1 derajat celcius. Padahal, kami baru sampai Brebes. Masih jauh menuju Magetan |
Saya langsung lemas mendengar alasannya. Khawatir Najwa terkena ISK (Infeksi Saluran
Kemih). Setahun sebelumnya, kami memiliki pengalaman buruk dengan penyakit ini.
Anak kedua saya, yang waktu itu baru berusia 10 bulan. Terpaksa harus opname di
Jogja, di tengah perjalanan mudik ke Magetan. Gara-gara terserang ISK juga.
Gejala awalnya hampir sama dengan adiknya dulu. Awalnya demam tanpa batuk
dan pilek, trus lemas, dan pipisnya sedikit tapi sering, akhirnya rewel banget. Begitu pun yang
terjadi pada Najwa. Kali ini saya tidak mau mengambil resiko terlalu besar.
Rencana awal, kami akan berhenti dulu di rumah sakit untuk periksa. Namun, tak
berapa lama kakak saya pun menelepon. Akhirnya saya ceritakan semuanya, dan yang
paling penting tentang kondisi Najwa.
Kakak saya pun
mengambil inisiatif untuk mendatangi DSA langganannya. Maksudnya, untuk
mendapatkan saran penanganan pertamanya. Syukurlah, berbekal penjelasan mengenai kondisi yang
dialami anak saya, DSA pun memberikan wejangan.
Berikut adalah tips pertolongan pertama, dari DSA langganan kakak saya :
Pertama : Saya harus memastikan suhu tubuh anak saya, mencatat dan terus
dikontrol setiap 2 jam.
Kedua: Memastikan cairan tubuhnya cukup. Artinya, saya harus terus mengontrol
seberapa banyak minuman yang dikonsumsi kakak. Dan secara otomatis, ini akan
menambah volume kencingnya. Mau gak mau deh, karena kondisi lagi di jalan.
Dengan sedikit memaksa, kami pakaikan pampers ukuran terbesar kepadanya.
Hihihihihi…maafkeun ibuk ya Nduk.
Ketiga: Memberikan obat penurun panas, jika suhu tubuhnya mencapai 38
derajat celcius. Sekaligus, obat penghilang rasa nyeri. Saya sebenarnya bukan
tipe ibu anti obat, tapi juga gak terlalu obat minded sih. But, balik lagi, we
were on the road at that time. So, saya putuskan kasih obat. Apalagi , memang
suhu tubuhnya sudah mencapai 38 derajat celcius.
 |
| TEMPRA, yang selalu ada di dalam emergency bag saya. |
 |
| TEMPRA, cepat menurunkan panas. |
Nah! Untungnya nih, si mungil TEMPRA syrup ini selalu stand by di emergency
bag saya. Lha namanya juga travelling sama baby. Printilan kayak gini musti
masuk di checklist. Apalagi, si TEMPRA ini memang sudah saya pakai sejak jaman
dulu kala. Turun temurun istilahnya. Semenjak saya kecil, paracetamol andalan
ibu saya, ya TEMPRA ini.
Selain, karena TEMPRA cepat menurunkan panas, dia bekerja
langsung di pusat panas. Dan tentunya tidak menimbulkan iritasi pada lambung. Pokok,
kalau ibu saya bilang, Ini obat sudah aman, dipercaya dan direkomendasikan
pula. Buktinya, dia sudah bertahan selama dua jaman. Iya jaman friendster dan
jaman facebook jaman saya dan anak saya maksudnya hihihihih…
 |
| Istirahat di Pemalang, dan kondisinya sudah mendingan. Good Job TEMPRA! |
|
|
 |
| Sampai di kebumen, sudah semakin sehat. |
Beberapa saat, setelah seluruh saran dari DSA kami terapkan. Si kakak nampak
lebih tenang dan akhirnya bisa tertidur pulas. Suami saya pun langsung tancap
gas agar lebih cepat sampai di Magetan. Selebihnya, sepanjang perjalanan
berjalan lancar dan gembira. Meskipun dengan pampers yang masih harus dipakai
sampai tempat tujuan. Hiks..hiks.. so sad sebenernya. Antara kasian dan gak mau
semua kenak ompol.
Taraaaaa!!!! Bukan liburan kalau gak ceria. Rumah Mbah memang selalu nyaman
untuk cucu-cucunya. Apalagi buat bapak emaknya, yang selalu kangen sama kasur
semasa kecil hahahahah AIB!! Selama di kampung halaman, kami lebih banyak
menghabiskan waktu untuk bersilaturahmi kepada saudara, teman dan sedikit saja
ke tempat wisata.
Rumah adik saya yang masih di daerah pedesaan, dan agak jauh dari kecamatan
kota. Menjadi tujuan outbond ala-ala kami sekeluarga. Selain memberi makan sapi
dan bermain di sawah. Mandi di pemandian
umum yang airnya langsung dari sumber mata air merupakan pengalaman yang selalu
mereka nantikan untuk diulang.
Rupanya, keterbatasan tempat hiburan atau pertokoan, sama sekali tidak
mengurangi kegembiraan anak-anak selama berlibur di Magetan. Mereka bahkan mengeluhkan
waktu berliburnya kurang panjang. Selain berkunjung ke rumah saudara dan teman, warung Nasi Pecel langganan adalah tempat tujuan yang tak mungkin kami lewatkan.
Ahhh!! Rupanya, bukan hanya anak-anak yang ketagihan berlibur ke kampung halaman. Kami pun, selalu menantikannya, demi sungkem orangtua, dan sepincuk Nasi Pecel tentunya.
 |
| Nasi Pecel bungkus daun Jati. Legendaris!! |