Tak terasa Maret sudah sampai di pertengahan, padahal kayaknya baru
kemarin aja ganti bulan. Duh ... cepet banget udah mau April lagi. Eh, tapi ini
bukan tentang gajian, loh. Mentang-mentang Emak berdaster yang ngomong, jangan
disangka kita mau ngomongin belanja bulanan ya. Ini soal tahun ajaran baru yang
sudah di depan mata.
Bagi orang tua yang masih memiliki anak usia sekolah, terlebih yang hendak
melanjutkan ke jenjang berikutnya. Pasti sudah mulai kebat-kebit, nih. Selain
masa-masa ujian, bulan kayak gini biasanya sekolah swasta terutama yang favorit
sudah membuka pendaftaran siswa baru. Bahkan beberapa sudah memenuhi quota, dan
tinggal menunggu masa heregistrasi.
Tahun ini, kebetulan 7 keponakan saya juga akan mendaftar ke sekolah baru.
Mulai dari yang mau melanjutkan ke bangku kuliah, SMU, SMP, SD hingga ada yang
baru mau masuk TK. Komplit banget pokoknya. Najwa anak saya pun, rencananya
tahun ini mau mendaftar ke sekolah dasar. Insya Allah, kami sudah mantap akan
melanjutkan, karena sebelumnya masih gamang. Antara ke TK lagi, SD atau cuti
nggak sekolah dulu sampai tahun depan.
Salah satu keputusan ini memang dipengaruhi oleh hasil Tes Kesiapan yang
beberapa waktu lalu diikuti Najwa di sekolahnya. Kemudian kami pun merasa
semakin mantap untuk melanjutkan ke sekolah dasar. Masalah nanti diterima di
sekolah yang mana, yang pasti kami akan mengupayakan di awal, dan mengevaluasi
hasilnya kemudian.
Baca juga : Tes IQ untuk Anak, YAY or NAY?
Baca juga : Tes IQ untuk Anak, YAY or NAY?
Kapan Seorang Anak Dinyatakan Ideal untuk Melanjutkan ke SD
Pada saat saya kecil dulu, orang tua terutama nenek selalu bilang. Bahwa
salah satu tanda anak siap ke SD adalah saat tangannya mampu memegang telinga,
dengan cara melingkarkan tangan anak di atas kepala. Masih ingat salah satu
iklan TV pada zaman teman-teman kecil dulu kan? Nah, ternyata pendapat itu tidak
sepenuhnya mitos. Karena dalam ilmu psikologi, yang dimaksud dengan kondisi
tersebut adalah anak telah mengoptimalkan perkembangan kognitif dan psikomotoriknya.
Dalam satu
sesi tanya jawab pada saat penyerahan hasil Tes Kesiapan kemarin. Psikolog yang
menjadi penguji pelaksanaan Tes IQ sekaligus Tes Kesiapan Masuk SD memaparkan beberapa point berkaitan dengan
kecerdasan anak baik secara intelektual maupun emosional. Di samping mengenai
indikasi seorang anak dianggap bisa dan mampu melanjutkan ke pendidikan dasar.
Namun
dalam kesempatan kali ini, saya mau merangkum dulu tentang indikasi seorang
anak disarankan melanjutkan ke SD. Nah, apa sajakah itu?
Yang
pertama telah cukup usia, dalam hal ini 7 tahun seperti yang dipersyaratkan
ideal oleh pemerintah.
![]() |
| Gambar : Eneas's Blog |
Mengapa
harus 7 tahun?
Psikolog anak menyatakan karena pada usia 7 tahun, seorang anak
dinyatakan siap untuk menerima materi. Begitu pun mereka lebih siap mengembangkan
kemampuan intelektualnya, karena pada usia sebelumnya mereka telah
memaksimalkan kemampuan kognitif, psikomotorik dan emosional skillnya.
Bagaimana
jika usia anak masih di bawah 7 tahun tapi kemampuannya sudah memadai?
Menurut
pendapat psikolog anak, mungkin si kecil bisa dan mampu. Tapi, perlu perhatian
lebih dari orang tua. Khususnya menyangkut kondisi emosional dan kepercayaan dirinya. Pendapat serupa juga disampaikan dari
pendidik anak. Menurut beliau, anak dengan usia di bawah 7 tahun mungkin bisa
berkembang dengan baik dari segi kognitif, tapi sering kali bermasalah di
afektif dan psikomotorik.
Selain
dari itu dari segi mental mereka juga masih kalah, apalagi jika ditunjang
dengan ukuran tubuh yang “mungil” sesuia usianya. Dikhawatirkan karena terlihat
masih kecil, mereka akan menjadi korban bullying teman-temannya. Meskipun hal-hal
tersebut tidak selalu terjadi pada semua anak, sih.
Pendapat
lain juga disampaikan oleh seorang Guru SD senior. Beliau mengatakan akan lebih mudah mengajar anak 7 tahun yang
belum bisa membaca, ketimbang anak usia 6 tahun dan belum bisa membaca juga.
Anak-anak usia 7 tahun cenderung lebih cepat menangkap materi, karena kondisi
psikologisnya jauh lebih siap.
Tanda
kedua, seorang anak terindikasi siap masuk ke SD adalah mudah bangun pagi
![]() |
| Gambar : SatuHarapan.com |
Anak-anak
yang mudah dibangunkan pada pagi hari, mereka cenderung lebih siap untuk
melanjutkan ke SD. Mengapa? Karena mereka sudah lebih terlatih untuk mempersiapkan
diri lebih pagi. Salah satu rutinitas yang mulai disipakan orang tua yang
anak-anaknya mau ke SD, ya bangun pagi tadi, agar anak nggak kagok nantinya .
Selain itu, kebiasaan bangun pagi menunjukkan kemauan anak untuk melatih kedisiplinan dan kemandiriannya. Dua
hal yang menjadi modal ketika melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Yang
ketiga, dapat memegang pensil dengan benar
![]() |
| Gambar : wikiHow.com |
Hal ini
tentu saja berkaitan erat dengan kesiapan motorik halusnya ya. Karena
anak-anak yang motorik halusnya belum
terangsang dengan optimal, sering kali merasa kesusahan memegang pensil dengan
benar. Jangankan menulis, memegang saja mereka masih kaku, belum luwes.
Memastikan
anak mampu memegang pensil dengan benar sangat penting dilakukan orang tua.
Mengingat anak tidak dapat menghindari aktivitas menulis ketika berada di
bangku sekolah dasar. Nah, orang tua juga sebaiknya bijak dalam memberikan
tuntutan pada anak. Jangan sampai kita mendorong mereka untuk menulis dengan
lancar, apalagi rapi. Tapi lupa menstimulus otot-otot halus pada jari-jari
anak.
Yang
keempat, anak telah mengenal dan dapat
membedakan huruf dan angka
![]() |
| Gambar : mainan edukatif.com |
Psikolog menekankan pada kata mengenal dan
membedakan, bukan bisa membaca atau menjumlahkan. Jadi, nggak perlu khawatir kalau anak-anak belum bisa membaca atau berhitung. Karena kemampuan calistung
memang seharusnya dilatihkan kepada anak pada usia sekolah dasar. Ketika mereka
telah siap mengembangkan kecerdasan intelektualnya.
Sebagian
anak memang sudah dapat membaca dan menghitung dengan lancar, tentu saja itu
menggembirakan. Tapi perlu diperhatikan untuk menjaga minatnya tidak berujung
pada kebosanan. So, sebaiknya kita fokus pada membuat anak bersenang-senang dengan
pelajarannya, bukan tertekan terus bosan.
Yang
terakhir atau kelima, anak siap secara emosional
![]() |
| Gambar : KRJogja.com |
Siap
secara emosional lebih ditekankan pada kemandiriannya ya. Misalnya, mampu makan
sendiri di sekolah, bisa dan mampu menyiapkan atau membereskan peralatannya,
bisa bermain dengan teman-temannya, mampu berkomunikasi dengan guru, bisa
menolak atau mengiyakan sebuah ajakan atau perintah.
Intinya
anak bisa dan mampu mengatasi permasalahan yang mungkin harus dihadapinya di
sekolah. Karena di sekolah dasar, anak sudah tidak ditemani lagi oleh orang
tuanya. Mau nggak mau, memang mereka harus dibiasakan untuk menyelesaikan
sendiri masalahnya.
Baca juga : Tahapan Anak Belajar Membaca
Baca juga : Tahapan Anak Belajar Membaca
Hasil Tes Kesiapan Masuk SD Milik Najwa
Jujur,
berdasarkan 5 hal di atas, anak saya masih mendapat point kurang untuk kesiapan
emosional, atau tanda yang kelima. Setidaknya begitu menurut hasil tes-nya. Meskpiun,
berdasarkan pengamatan kami selama ini, mungkin tidak terlalu kurang juga,
hanya masih standar. Jadi lumayanlah. Hehehe... namanya juga anak sendiri, dibelain dikit donk.
Untuk
point ke 1 sampai dengan 4, alhamdulillah Najwa dinyatakan siap, bahkan
cenderung di atas syarat cukup. Tapi di point kelima, Najwa dinyatakan kurang,
salah satunya karena lambat dan kurang aktif saat di kelas. Sangat bertolak
belakang dengan pengamatan guru kelas Najwa selama ini.
![]() |
| si Kinestetik yang memiliki kecenderungan Audio |
Dalam
lembar hasil tes disebutkan Najwa anak yang cukup berani meskipun agak
pasif selama di kelas, lambat dan tenang
menyelesaikan semua tugas-tugasnya.
Saya tidak
serta-merta menolak hasil pengamatan psikolog, meskipun tidak juga menjudge
anak tidak siap secara emosional. Mengapa? Karena saya paham bahwa Najwa
cenderung slow to warm, dalam artian cuek, terutama dengan orang baru. Beda
dengan guru kelasnya, di mana Najwa selalu aktif dan banyak bertanya.
Mengenai
point lambat dalam mengerjakan, hal tersebut memang sudah saya diskusikan
dengan guru-gurunya, that’s why bu Guru menyarankan Najwa Home Schooling saja. Menurut bu Guru sih, bukan karena tidak mampu, tapi karena anaknya cenderung santai.
Saat
semua temannya mengerjakan, Najwa memilih mencari "korban" yang bisa diajak ngobrol,
entah itu guru atau teman-temannya yang sedang sibuk mengerjakan. Atau malah
melamun saja kalau tidak mendapatkan "korbannya". Sedangkan saat teman-temannya
sudah hampir selesai, baru dia mulai mengerjakan.
Tapi, saya tetap berusaha obyektif pada Najwa, mengingat usianya memang baru 6 tahun
akhir bulan ini. Meskipun psikolog menyarankan dapat melanjutkan ke SD,
kami memang harus fokus dengan point kelima, soalan kemampuan emosional tadi.
Oleh sebab itu, kami juga tidak memasang target macam-macam, kecuali rutin melakukan
pembiasaan-pembiasaan secara bertahap. Karena menurut kami, hal-hal yang
dibiasakan itu yang nantinya lebih penting untuk
menunjang kedisiplinan dan kemandiriannya.
Hem ... meskipun akhirnya mantap mendaftarkan ke SD, sebenarnya kami masih menyimpan kegalauan yang lain. Kali ini berkaitan dengan SD mana nantinya yang akan dipilih. Tapi, cerita yang itu lain kali saja ya. Mungkin setelah kegalauan saya sedikit berkurang, hehehe ...
Have a great journey aja dech, karena jadi ortu amatiran kayak saya ini bener-bener bertualang rasanya, hihihi ... See U ^_^








Be First to Post Comment !
Post a Comment
Haluuu Teman-teman. Terima kasih sudah berkunjung ke Blognya BukNaj. Jangan lupa tinggal komentar, ya. Begitu longgar, BukNaj pasti berkunjung ke blog Teman-teman.
Selamat membaca
Semoga bermanfaat :)