Kali ini saya bikin blog post tentang cerita bahagia yang sebenarnya agak "receh". Hehe.. Tapi saking senengnya, saya merasa sayang aja kalau nggak diabadikan di "rumah" yang ini.
Ceritanya tentang kebiasaan ngobrol ngalor ngidul sama Najwa. Jadi, ternyata, nih. Kebiasaan ngobrol dengan Najwa ini membawa hikmah dan model pembelajaran baru buat saya. Misalnya ketika
ingin menerapkan konsep ibadah kepadanya. Saya justru mendapatkan ide dari
obrolan panjang lebar dengannya yang bisa terjadi di mana saja. Misalnya dari obrolan berikut ini:
Suatu ketika Najwa saya ajak
besuk tetangga yang sedang opname di rumah sakit. Di angkot, saat
perjalanan pulang. Dialog seperti ini terjadi antara kami
Najwa : “Buk, kenapa Mbah tadi hidungnya
dipasang selang?”
Ibu : “Itu untuk membantu
bernapas.”
Najwa : “Memangnya kalau tidak
dibantu Mbahnya nggak bisa bernapas gitu?”
Ibu : Bisa, tapi susah. Karena
sakitnya sudah parah, jadi napasnya sudah sesak, pasokan oksigennya sudah
berkurang.” (hahaha … saya jawab sekenanya.)
Najwa: “Ohh … Trus itu selangnya
ada udaranya untuk bernapas?”
Ibu: “Iya, selang tadi mengalirkan
udara dari tabung oksigen yang ada di sebelah tempat tidur. Nah, udara yang bisa
dihirup manusia namanya oksigen.”
Najwa: “Oo … Itu bayar, Buk?”
Ibu: “Iya, donk. Di rumah sakit
nggak ada yang gratis, makanya kita harus menjaga kesehatan.”
Najwa: “Kalau kita bernapas
gratis ya, Buk?”
Ibu: “Betul, kita bisa bernafas
sepuasnya dan gratis. Siapa yang ngasih?”
Najwa: “Allah.”
Ibu: “Kalau dikasih sesuatu, kita
harus gimana?”
Najwa: “Berterima kasih, donk!”
Ibu: “Kakak sudah berterima kasih
sama Allah?”
Najwa: “Sudah, aku dah bilang ‘terima
kasih Ya Alloh’”
Ibu: “Gitu doang?”
Najwa: “Emang gimana lagi?”
Ibu: “ Dengan beribadah,
menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Misalnya salat dan
berdoa.”
Najwa: “ Jadi salat itu salah
satu fungsinya untuk berterima kasih sama Allah ya, Buk?”
Ibu: “Iya, karena Allah sudah
Maha Mengasihi dan Menyayangi kita. Semua dikasih gratis, mulai oksigen, mata,
mulut, tangan, kaki, semua diberikan Allah kepada kakak. Allah nggak minta
apa-apa, cuma minta kakak beribadah. Salah satunya dengan salat dan berdoa.”
Najwa: “Ohh gitu, jadi nanti
kalau aku mau berterima kasih, setiap salat aku bisa ngomong sama Allah, ya?”
Ibu: “Yup …”
Terdengar bertele-tele, bukan?
Ya, saya akui. Apalagi anak saya ini memang ceriwis banget. Apaaa aja maunya
dibahas. Kadang saya pun nggak sabaran. Tapi, saya belajar banyak dari dia.
Rasa ingin tahunya membuka peluang bagi saya dan suami untuk “memasukkan”
banyak pengetahuan baru untuknya. Memang tipe anak berbeda-beda. Tapi untuk tipe anak
seperti Najwa, cara ini saya rasa lumayan ampuh.
Dari satu obrolan tersebut, saya
mulai menyederhanakan konsep ibadah sebagai “kebutuhan berterimakasih kepada Allah”.
Tanpa menyinggung pahala, surga atau
neraka. Obrolannya bisa kelamaan kalau sama Najwa, belum kalau merembet ke sana
dan kemari. Jiah! Bisa pusing BukNaj. Hehe ... Lebih tepatnya, sih. Mungkin belum waktunya. Bertahap saja, step by step.
Dan ternyata, dari obrolan tadi
pun Najwa jadi menyimpan memori tentang oksigen. Hingga suatu ketika obrolan
tentang oksigen berlanjut pada karbondioksida, fotosintesis dan lain
sebagainya. Lumayanlah, jadi lebih mudah menjelaskannya. Hehehe …
Balik lagi ke masalah ibadah tadi.
Ternyata momen dan konsep yang pas,
sangat membantu saya saat mengingatkan Najwa perihal ibadah. Misalnya,
dalam suatu obrolan berikut ini:
Najwa: “ Buk, aku nggak salat Magrib,
ya, capek!”
Ibuk: “ Kakak mau tidur?”
Najwa: “ Enggak, mau duduk aja
istirahat.”
Ibuk: Ya, salat dulu sebentar,
habis itu istirahat.”
Najwa: “Sekali aja, deh.”
Ibu: “ Jadi, kakak nggak pengen
berterima kasih, nih?”
Najwa: “ Sama yang udah ngasih
oksigen ya, Buk?”
Ibuk: “Iyalah, mana bisa kakak main sampai
kecapekan kalau nggak ada oksigen?”
Najwa : langsung berdiri ambil
wudlu.
Subhanalloh, saya sebenarnya terharu, tapi berusaha nggak lebay. Hihihi … Biar anaknya merasa bahwa salat
adalah kebutuhan. Jadi nggak perlu nunggu diapresiasi.
Di kesempatan lain, Najwa pun
berceloteh lucu tentang Allah . Katanya seperti ini,
Najwa: “ Buk, kalau Allah itu kan
Maha Pengasih, Maha Menyayangi kita, Maha Baik, Maha Kaya, Yang Punya segalanya,
Yang Selalu menolong kita. Nah, kalau setan, aku tahu dia itu pasti Maha
Kejahatan.”
Kemudian kami pun tertawa
bersama. Hehehe …
Bagi orang tua yang lebih paham
tentang agama, pasti cara saya ini terdengar receh banget, hihihi … no prob.
Tapi bagi saya, menemukan konsep paling sederhana untuk membuat anak-anak merasa
BUTUH beribadah itu sesuatu banget.
Maklumlah, saya juga masih belajar dalam hal agama, teori parenting pun masih
meraba-raba. Beberapa cara sudah saya
coba, termasuk memberi teladan dan menggunakan muhasabah book, tetep kurang
ngena. Nah, begitu ketemu yang sreg rasanya langsung mak cless.
Sekarang, Najwa selalu bilang salat itu berterima kasih sama Allah. Kadang dia juga ngomong sendiri, "Aku salat 10 menit udah selesai, padahal kalau main sampai berjam-jam. Udah banyak banget udara yang aku hirup. Jadi aku harus rajin berterima kasih."
Hiks ... Hiks ... Ibunya jadi super melow *usapingus eh *usapairmata
Ternyata rasa BUTUH yang harus
ditumbuhkan pada Najwa. Begitu bagian
itu “kena”, maka bersyukurlah kami sebagai orang tua. Ahh … Sekali lagi saya
belajar dari Najwa, setiap malas mau salat, saya selalu kepikiran “butuh
berterima kasih”. Ahh .. Jadi melow lagi, ternyata saya nggak ada apa-apanya
sebagai ibu.
Jadi benar, ya. Menjadi orang tua itu kita justru belajar sama anak. Mereka yang membuat kita banyak berhutang. Benar juga nggak ada sekolah menjadi orang tua. Karena kita terus belajar selama membesarkan mereka. Matur nuwun Gusti Alloh, saya sudah dikasih kesempatan berharga itu.
Ini cerita bahagiaku Temans, mana cerita kalian?





































Super kereeen
ReplyDeleteBelajar dadi wong tuwo, Mbak. Ora gampang, tapi kudu iso. Hehehe ...
DeleteNajwa pintar banget ya mbak. Btw makasih sharing pengajarannya, sangat bermanfaat mbk :))
ReplyDeleteSama-sama, Mbak. Terima kasih sudah mampir juga. Senang jika bermanfaat :)
Delete