Sebulan sekali setiap akhir
pekan, saya dan ibu tak pernah absen dari kereta api Mutiara Selatan. Tujuan
kami adalah Stasiun Kereta Api Kiaracondong, Bandung. Dulu, saat saya masih
kecil dan almarhum papa masih ada, setiap 2 minggu sekali kami begantian saling
mengunjungi. Tentu saja hanya saya yang selalu diajak serta oleh ibu. Sedangkan
2 kakak saya ebih sering ditinggal karena sudah sekolah.
Rutinitas seperti ini kemudian
berakhir saat usia saya menjelang 6 tahun. Ibu mengandung anak keempat
atau calon adik saya. Karena itu kami cenderung mengurangi perjalanan jauh
apalagi dengan intensitas yang bisa dibilang terlalu sering. Sebagai gantinya,
papalah yang lebih sering pulang ke Magetan.
Dulu, berkendara kereta tentunya
tak senyaman zaman sekarang. Terlebih jika menggunakan kelas ekonomi. Saling
berebut tempat duduk bahkan berbagi tempat pijakan berdiri dengan pedagang
asongan adalah hal yang biasa. Belum lagi jika harus menahan hasrat buang air.
Saya yakin setiap orang yang pernah menjadi pengguna kereta api pada masa itu,
rela menunggu hingga sampai di stasiun berikutnya. Karena toilet kereta pun tak
urung menjadi sasaran penumpang yang membludak.
Pengalaman berkereta dengan
kondisi seperti ini masih terus saya rasakan hingga beberapa tahun berikutnya. Bisa
dibilang, kereta api adalah moda transportasi yang sudah menjadi langganan kami
sekeluarga. Selain harga tiketnya yang memang sangat terjangkau, lokasi rumah
kami memang tidak terlalu jauh dari Stasiun Kereta Api Madiun, salah satu
stasiun kelas besar yang melayani rute perjalanan baik jalur utara maupun
selatan.
Setiap acara berkunjung ke rumah
saudara baik itu yang di Jakarta, Tasikmalaya, Banyuwangi, Jember ataupun
Yogyakarta. Maka ritual berburu tiket kereta selalu kami lakukan. Bedanya, pada
masa-masa itu berapapun tiket yang kita butuhkan, kita pasti mendapatkannya.
Bahkan jika harus membelinya secara mendadak beberapa menit sebelum keberangkatan.
Maka tak mengherankan jika kereta
api selalu penuh sesak dan berdesakan. Hal ini mungkin dikarenakan kapasitas
tiket penjualan tidak dibatasi sesuai jumlah tempat duduk. Bahkan, calo pun
bisa dengan mudah berkeliaran dan memperjual belikan tiket kepada calon
penumpang.
Sungguh tidak nyaman, tapi entah
mengapa kereta api tetap menjadi primadona. Kondisi seperti ini semakin parah menjelang liburan
atau mudik lebaran sebagai puncaknya. Berebut tiket kereta adalah hal yang
tidak dapat dihindarkan. Bahkan menjadi peluang besar bagi calo untuk menaikkan
margin keuntungannya. Yang namanya tiket mudik, harga berapapun orang pasti mau
membelinya, kan?
Hari berganti tahun
berselang. Saya pun menua, namun masih menjadi pengguna setia moda transportasi
ini. Bedanya, kali ini saya berkereta untuk urusan pekerjaan. Yang mana seluruh
akomodasi bukan lagi menjadi tanggungan saya. Kereta api kelas eksekutif pun
mulai sering saya jelajahi. Jika harus
bertugas ke Jakarta, Bima atau Bangunkarta selalu menjadi pilihan. Jika harus
ke Bandung, maka Turangga yang selalu mengantarkan.
![]() |
| Acara jalan-jalan bersama teman juga selalu mengandalkan kereta api. |
Saya semakin menikmati kenyamanan
berkereta. Tentu saja karena kereta jenis eksekutif yang menjadi tumpangan
saya. Itu pun hanya jika mendapatkan akomodasi dari kantor tempat saya bekerja.
Selebihnya, jika harus berkereta karena untuk urusan pribadi, maka kembali lagi
saya harus siap berdesakan. Kereta Sri
Tanjung, Pasundan, Kahuripan, Gaya Baru atau Matarmaja yang biasanya menjadi
saksi bisu perjalanan.
Rupanya, cerita saya dan kereta
api Indonesia tak berhenti sampai di situ saja. Tahun 2010 saya menikah dan
terpaksa harus menjalani hubungan jarak jauh dengan suami. Suami pun dengan
serta merta menjadi penumpang setia kereta api jurusan Madiun – Jakarta. Dua
kali dalam sebulan di akhir pekan, dia harus mempercepat langkah menuju Stasiun
Gambir atau Pasar Senen untuk berebut tiket bahkan tempat duduk di kereta.
Jika nasib sedang apes, berdiri berjam-jam hingga terkantuk-kantuk di lorong
bordes adalah hal yang biasa. Lebih parah lagi jika harus berbagi tempat di depan
toilet kereta. “baunya luar biasa!”, begitu suami sering mengeluhkannya.
Sebenarnya, rasa kurang nyaman
berkereta tidak hanya karena gerbong yang selalu penuh sesak dengan penumpang.
Namun kondisi stasiun yang tidak steril dari pengunjung turut memberikan kontribuasi
besar. Selain penumpang, pedagang asongan, potter, pengantar penumpang, bahkan
siapapun bisa dengan leluasa masuk atau tiduran di bangku-bangku di dalam
stasiun. Hal ini jugalah yang menyebabkan tingkat keamanannya rendah. Maka pencopet
pun bisa dengan leluasa melancarkan aksinya pada masa-masa itu.
Tapi, semua cerita itu hanya akan
menjadi kenangan bagi saya ataupun teman-teman pengguna setia moda transportasi
kereta api. Kondisi gerbong kereta yang penuh sesak, stasiun yang lebih mirip seperti
pasar, atau aksi calo tiket merayu calon penumpang kereta tinggallah cerita
saja.
| Sedang menuju Bandung dengan kereta Argo Parahyangan |
![]() | ||
| Libur akhir tahun 2016, dengan alasan ekonomis kami memilih kereta Gaya Baru untuk pulang ke Magetan. |
PT. KAI berbenah secara besar-besaran. Bukan menua seperti halnya saya yang terus bertambah usia, tapi menjadi semakin “muda” dengan berbagai peremajaan dan perbaikan di berbagai sektor pelayanan. Sistem pembelian tiket secara online merupakan salah satu pendobrak yang membuat industri perkeretaapian tidak hanya layak dijadikan andalan, tapi juga juara.
Kini, membeli tiket kereta
semudah menggoyangkan jempol, karena pelanggan bisa melakukannya secara online
dari gadget saja. Sistem ini memang bukanlah hal yang baru. Kalau tidak salah,
sejak tahun 2012 atau sebelumnya PT. KAI telah memberlakukan sistem ini secara
luas. Tidak terbatas sampai di situ, pembelian tiket secara online pun dapat
dilakukan di berbagai merchant yang sudah bekerja sama dengan PT. KAI. Hal ini
tidak hanya memudahkan, tapi juga memberikan keleluasaan bagi pelanggan untuk
bertransaksi di tempat yang biasa menjadi langganannya.
Di samping itu, identitas seluruh
penumpang pun terdata dengan detil. Karena pada saat pembelian tiket, calon
penumpang harus menyertakan nomor identitas yang berlaku. Bahkan, sekitar awal
tahun ini PT. KAI telah memberlakukan sistem boarding seperti halnya penumpang
pesawat terbang. Sehingga calon penumpang lebih tertib dan tepat waktu.
Perbaikan yang terus dilakukan di
industri perkeretaapian tentu saja mendapatkan respon yang sangat positif dari
pelanggan. Hal itu pulalah yang menjadikan pengguna jasa kereta api meningkat
tajam. Tak lagi menjadi primadona, kereta api sudah seperti andalan bagi
masyarakat.
Sayangnya, hal ini berimbas pada
sulitnya mendapatkan tiket untuk perjalanan yang sifatnya dadakan. Maka tradisi
berburu tiket 90 hari sebelum keberangkatan sepertinya menjadi satu agenda
khusus yang wajib dicatat para pemburu tiket kereta, seperti halnya saya.
Tidak hanya saat berburu tiket mudik, bahkan untuk bepergian saat hari libur sekolah atau libur nasional pun kita harus merencanakannya sejak jauh-jauh hari. Tengah malam menjelang pergantian tanggal yang terhitung 90 hari dari jadwal keberangkatan, maka para pemburu pun harus siap di depan gadgetnya untuk segera memesan kereta yang diinginkan.
![]() |
| Mudik lebaran 2017 terpaksa lebih awal karena tidak kebagian tiket menjelang hari H |
Itu pun sifatnya masih
untung-untungan. Karena 3 kali hari raya saya gagal mendapatkan tiket sesuai jadwal libur hari raya, meskipun
sudah siap sejak sebelum pukul 12 malam. Bisa jadi hal ini dikarenakan tanggal
keberangkatan dan stasiun tujuan yang saya pilih memang juga menjadi pilihan
ribuan calon penumpang lainnya. Namun
kejadian yang terus berulang seperti ini, dan tidak hanya saya yang mengalami, seharusnya mendapatkan perhatian
khusus dari PT. KAI.
Menurut saya pribadi, sebagai
pengguna kereta api sejak zaman anak-anak hingga sekarang menua dan beranak
dua. Secara keseluruhan, fasilitas perkeretaapian tidak hanya telah membaik.
Namun jauh lebih baik dan layak diberikan penghargaan.
Mulai dari sistem pembelian tiket, kebersihan di dalam kereta, kebersihan toilet, keamanan dan kenyamanan baik di stasiun maupun di dalam gerbong kereta. Fasilitas ruang tunggu yang semakin baik meskipun pada hari-hari khusus kerap tidak mampu menampung. Ketersediaan ruang laktasi, maupun SDM PT. KAI . Hampir semuanya mengalami kemajuan yang sangat signifikan. Ya, saya bisa bilang PT. KAI tidak hanya berbenah, tapi berubah secara besar-besaran.
Tapi, kalau boleh sumbang saran
sedikit. Saya dan mungkin ribuan calon penumpang yang lainnya masih terus
bermimpi mendapatkan tiket kereta semudah mendapatkan tiket pesawat atau bahkan
moda transportasi yang lain. Tak perlu berburu sejak 90 hari sebelum
keberangkatan, bahkan masih dengan risiko “dikacangin”.
Saya terus berharap penambahan
jumlah armada kereta sehingga daya angkutnya bisa lebih besar. Wajar, kan? Mengingat kereta api
selalu laris dan diburu. Maka sudah sepantasnya jika armadanya pun terus
diupayakan untuk ditambah.
Di samping itu, saya berharap
sterilisasi kondisi stasiun dibarengi dengan jumlah potter yang sebanding, dan
stand by 24 jam khususnya pada jam-jam kedatangan kereta. Hal ini dikarenakan
saya, dan ratusan penumpang lainnya, terutama ibu-ibu yang membawa anak kecil atau balita. Sering
kali mengalami kesulitan untuk naik ataupun turun dari kereta karena tidak ada tenaga yang membantu.
Kalau
dulu, kan, bisa dibantu pengantar. Kalau
sekarang jadi lumayan merepotkan terlebih jika turun di stasiun kecil yang
tidak memiliki tenaga potter yang stand by 24 jam.
Untuk kebersihan sendiri saya rasa sudah cukup, terlebih untuk bagian dalam gerbong kereta. Hanya saja, untuk masalah toilet memang selalu butuh perhatian lebih. Mengingat penggunanya bukan hanya 1 atau 2 orang, melainkan puluhan. Mungkin intensitas pengecekan dari petugas perlu diperpendek jaraknya. begitu pun pasokan air saya harapkan selalu penuh. Sehingga tak khawatir tak dapat menyentor bekas buang air.
Untuk kebersihan sendiri saya rasa sudah cukup, terlebih untuk bagian dalam gerbong kereta. Hanya saja, untuk masalah toilet memang selalu butuh perhatian lebih. Mengingat penggunanya bukan hanya 1 atau 2 orang, melainkan puluhan. Mungkin intensitas pengecekan dari petugas perlu diperpendek jaraknya. begitu pun pasokan air saya harapkan selalu penuh. Sehingga tak khawatir tak dapat menyentor bekas buang air.
Saya yakin, sedikit perbaikan lagi akan menjadikan
industri perkeretaapian Indonesia semakin juara. Bahkan layak untuk segera disandingkan dengan kereta api di luar negeri sana pada masa depan.
Fakta bahwa kereta api menjadi salah satu transportasi yang digemari karena murah, anti macet dan nyaman. Akan tak terbantahkan lagi seiring dengan meningkatnya jumlah armada yang dibarengi semakin besarnya daya angkut bahkan pada hari-hari khusus yang biasanya selalu padat.
Ayo berkereta! Ayo naik kereta!
Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Karya Tulis KAI di Masa Mendatang.












































Dulu sering naik kereta api ekonomi dr kiaracondong ke lempuyangan jogja, murah cm 90rb hahah tp cukup nyaman, beda bgt sama kereta api jaman dulu, baru 5 menit duduk udah ada yg krenceng2 ngamen pake maksa pula ðŸ˜. Sekarang naik kereta jauuuh lebih menyenangkan, tepat waktu pula. hehe. Btw ini untuk ikutan lomba blog yg dari KAI ya? semoga menang mba! Goodluck!
ReplyDelete