Mengajarkan puasa pada anak merupakan salah satu cara melatih kejujuran dan ikhlas pada diri mereka
![]() |
| www.damaraisyah.com |
Tadinya saya berpikir untuk memberikan reward puasa
untuk Najwa. Ya, itung-itung biar dia
termotivasi dan bangga dengan usahanya meskipun masih dalam tahap belajar. Belum
saya sampaikan sama anaknya, sih. Jadi baru ide saja.
Sampai menjelang hari ke-7 Ramadan, Najwanya masih lumayan
kooperatif. Awalnya, saya berencana melatihnya makan sahur bersama. Itung-itung
biar belajar bangun pagi, sekaligus membentuk rutinitasnya. Tapi nampaknya ia belum siap, karena Najwa masih
susah dibangunkan saat jam sahur tiba.
Akhirnya kami pun menyepakati pengganti makan sahur di jadwal sarapan seperti biasa, yaitu
sekitar pukul 7 pagi. Setelah itu ia pun lumayan bisa menahan diri sampai jam
10 atau 11-an. Maksudnya menahan untuk nggak makan, karena Najwa tetap minum air putih setiap satu jam. Kembali lagi ini masih tahap belajar. Selain itu saya mempertimbangkan aktivitas fisiknya yang cenderung tinggi, ditunjang dengan suhu udara Jakarta yang lumayan bikin keringat bercucuran.
Setelah minum, biasanya Najwa akan berpuasa lagi sampai zuhur atau beberapa saat sebelumnya. Tergantung kondisi juga sebenarnya, kalau lagi ada kegiatan yang bisa mengalihkan rasa laparnya, Najwa bisa tahan sampai zuhur. api kalau nggak sebelum jam 12 ia sudah tak tahan.
Selepas zuhur, biasanya dia akan lebih banyak bermain atau
sesekali tidur kalau pas ayahnya lagi di rumah. Nah, kalau siang hari biasanya ia
bisa bertahan agak lama. Pernah sampai magrib, tapi biasanya sekitar jam 5-an atau
sepulang dari TPA Najwa udah kehausan. Akhirnya saya pun memberikan izin untuk minum secukupnya.
Prinsipnya memang melatih bukan mewajibkan. Jadi
ya nggak pakek acara paksa-memaksa. Pelan tapi terus diingatkan sambil dicontohkan sama orangtuanya. Saya sering
bilang sama Najwa,”Puasa itu memang lapar dan haus, tapi itu hanya kalau
dipikirin terus. Kalau Kakak tetap beraktivitas seperti biasa nggak akan keras, kok. Ee … Tahu-tahu udah mau magrib aja.”
Untungnya saya belum sempat ngomong ke Najwa bakaln kasih reward kalau dia mau berlatih puasa. Karena pagi ini, saya nonton video
dari KeluargaKita.com. Salah satu komunitas parenting dan pemerhati pendidikan
yang digawangi Mbak Ela (Najelaa Shihab) sebagai foundernya.
Video yang saya
tonton ini pas banget untuk saya jadikan pertimbangan mengenai reward puasa untuk
anak. Karena di dalam vidio tersebut, "Abi" begitu Mbak Ela biasa memanggil Habib
Quraish Shihab, memberikan penjelasan mengenai hikmah puasa dan anjuran tentang menyogok anak untuk berpuasa.
Apakah Boleh Menyogok Anak untuk Berpuasa?
![]() |
| Credit Pict by: isigood.com |
Menggunakan kata reward sebagai pengganti istilah hadiah atau menyogok,
menurut beliau hampir sama saja maksudnya. Karena orientasinya tetap pemberian dalam bentuk materi. Dalam hal melatih anak berpuasa, memang masih banyak
keluarga muslim yang menggunakan sistem reward atau menyogok untuk memotivasi anak-anak. Begitu pun halnya dengan saya yang masih menganggap cara ini sangat efektif untuk digunakan.
Harapannya, kebiasaan ini akan menghilang seiring bertambahnya usia anak dan semakin matangnya pemahaman mereka tentang makna puasa. Tapi, menurut Habib, hal ini sebisa mungkin dihindari karena mengurangi makna dan esensi dari ibadah puasa itu sendiri. Misalnya,
Harapannya, kebiasaan ini akan menghilang seiring bertambahnya usia anak dan semakin matangnya pemahaman mereka tentang makna puasa. Tapi, menurut Habib, hal ini sebisa mungkin dihindari karena mengurangi makna dan esensi dari ibadah puasa itu sendiri. Misalnya,
Bahwa puasa itu mengandung keikhlasan bukan tuntutan materi
Kenikmatan bagi seseorang yang menjalankan puasa setidaknya
ada dua. Pertama, ketika tiba waktu berbuka puasa. Sedangkan yang kedua ketika
bertemu dengan Rabbnya. Dua hal ini mengajarkan orangtua, bahwa kenikmatan
dalam hal puasa seharusnya menjadi kenikmatan yang berasal dari dalam diri, bukan
karena adanya faktor dari luar.
Pernyataan ini sejalan dengan sebuah materi dalam ilmu Psikologi Pendidikan. Bahwa keberhasilan mengatasi pantangan itu sejatinya berasal dari dalam diri, tanpa adanya campur tangan dari luar.
Bahwa kenikmatan puasa itu karena berhasil melawan dan
mengendalikan hawa nafsu dari dalam.
Bukan karena sogokan yang berupa materi, atau reward dalam bentuk yang lain. Karena kenikmatan puasa adalah ketika mampu mengendalikan diri dan melawan hawa nafsunya.
Kesimpulannya, menyogok atau
memberikan reward puasa sebaiknya dihindari. Biarkan anak belajar secara bertahap. Perlahan, seiring bertambahnya usia dan kekuatan fisik. Mereka akan memahami bahwa mampu menjalankan ibadah puasa secara penuh adalah sebuah kenikmatan yang berujung menang di hari raya.
Selain itu, tiga hal berikut dapat dijadikan pertimbangan sebelum memutuskan memberikan reward pada anak:
- Bertentangan dengan esesnsi dari puasa itu sendiri yaitu pengendalian diri.
- Membiasakan hal buruk pada anak. Ya, karena anak adalah peniru dan pengingat ulung. Apapun yang orangtua ajarkan padanya, pasti menjadi sebuah teladan yang terus diingatnya hingga dewasa.
- Mengurangi nilai keikhlasan pada diri anak.
Hmm ... lumayan jleb, sih. Dan mungkin sebagian besar orangtua kurang setuju dengan materi dalam vidio ini.. Saya pun jadi teringat masa kecil saya yang jangankan
mendapat hadiah, reward, sogokan atau apapun istilahnya. Ibu selalu
menekankan bahwa puasa itu urusan keikhlasan dan kejujuran kita sama Allah.
Kalau mau belajar jujur dan ikhlas, maka puasa adalah salah satu sarananya.
Saya ingat betul, bagaimana mengawali berlatih puasa pada
usia 6 tahun, persis seperti usia Najwa saat ini. Memulainya dari puasa jam 10
pagi, kemudian jam 12, jam 2 hingga akhirnya puasa penuh pada usia 8 tahun. Itupun
kadang-kadang saya sembunyi-sembunyi menelan air wudlu saat siang hari, hehe … *pengakuandosa
Tapi memang benar, tanpa reward, hadiah atau sogokan apapun
rasanya nikmat sekali saat azan magrib berkumandang. Kalau boleh lebay nih, segelas air putih pun cukup untuk membasuh dahaga di tenggorokan. Hehe ... *soalnyagakadaesbuah
Akhirnya, saya putuskan untuk mengurungkan niat awal saya memberikan
reward puasa untuk Najwa. Biarlah Najwa berproses dengan keikhlasan sehingga
dapat meraih nikmat yang sesungguhnya. Terlepas keputusan ini terpengaruh
pencerahan dari Habib Quraish Shihab atau tidak, yang pasti saya sudah mempertimbangkannya dengan matang.
Nah, buat Temans yang kepengin nonton vidionya juga. Langsung
klik link di bawah ini, ya. Yakin deh, banyak ilmu yang bisa diteladani dari beliau berdua.
Akhirnya, terlepas dari memberikan reward atau tidak, setiap orangtua dan keluarga pasti memiliki cara sendiri dalam mendidik anak-anaknya. Di sini tidak ada benar atau salah, hanya masalah niat dan kondisi setiap keluarga yang butuh treatment yang berbeda. Setuju, ya?
Kalau Temans sendiri, apa pendapatnya tentang reward puasa untuk anak? Yay or nay? Sharing, yuk!
Kalau Temans sendiri, apa pendapatnya tentang reward puasa untuk anak? Yay or nay? Sharing, yuk!







































Segelas air putih aja cukup, apalagi kalau es sirup marjan ya mba hahaha. Selamat menjalankan puasa untuk mba Damar dan keluarga. Semoga lancar dan penuh berkah.
ReplyDeleteKupikir dengan reward, anak akan semangat. Ternyata sebaliknya, ya? :'D
ReplyDeleteMenurutku reward gak pa pa, tapi mungkin rewardnya makanan aja kali ya? Nanti kalau berhasil puasa bunda masakin ini atau itu hehehe
ReplyDeleteBtw senangnya anaknya udah belajar puasa, anakku belum mau hehe :P