Tahun 2013 awal masuk Jakarta dan
langsung bergelar stay at home mom. Sehari-hari saya banyak bergaul dengan
Mbak-mbak komplek karena Najwa main barengan sama anak-anak majikan mereka.
Awalnya sempat shock pas salah satu nenek dari teman si kecil mengira saya
Mbak baru di komplek itu. “Mbaknya masih baru? Momong anaknya siapa?", begitu
tanyanya pada saat itu. Saya cuma diam dan tersenyum, karena dia pun berlalu
begitu saja yang menandakan pertanyaannya cuma basa-basi.
Pernah juga saya disangka Mbak
yang momong anaknya suami. Duh … jadi ribetkan bahasanya. Intinya saya dikira
Mbaknya anak saya. Malahan ada yang tanya pas ke sini sudah lulus SMA apa
belum. What?? Segitu imutkah saya waktu itu? Hehehe … Malah narsis.
![]() |
| Jilbab TPA andalan |
Acara sangka –menyangka sebagai
Mbak ini terus berlanjut sampai Najwa masuk PAUD di kelurahan tetangga. Saya
yang biasa berpenampilan minimalis, agak kaget juga pas lihat Mbak-mbak di sana
dandannya cihui punya. Mulai jilbab aneka rupa, baju, celana trendi sampai lipstick
merah menyala. Untungnya si Bunda PAUD nggak nyangkain saya Mbak juga. Waktu
itu saya langsung memperkenalkan diri sebagai Ibu Najwa. Ya, satu-satunya
pemilik panggilan Ibu di antara Mamah, Bunda dan Ummi pada saat itu. Panggilan
Ibu ini juga yang akhirnya membuat Bunda PAUD lebih mudah mengingat saya.
Beberapa bulan berlalu, saya
semakin santai dikira Mbak baru. Cuek ajalah, selama mereka nggak menghina atau
mencederai harga diri saya. Lagian Mbak-mbak itu juga bukan sembarangan orang,
kok. Mereka pinter-pinter momongnya, terlebih masaknya. Saya ngaku kalah.
Tapi kalau dipikir-pikir nggak
salah juga kalau orang-orang ngirain saya Mbak baru. Lha dari segi tampilan
memang saya too minimize. Paling cuma atasan kaos atau blus polos, celana panjang
kain sama jilbab model rabbani atau jilbab TPA (jilbab tali yang bagian mukanya
ada renda). Kalau jauhlah sama Mbak-mbak yang sudah malang melintang di
ibukota. Trend baju terbaru mereka buru. Setiap keluar model baru,
mereka pun tak mau ketinggalan.
Sedangkan saya, dalam urusan
fashion lebih suka model dan warna yang selalu up to date. Misalnya polos, atau
bermotif minimalis. Modelnya pun itu-itu saja, dengan alasan yang membuat saya
nyaman dan tidak terlalu mencolok secara penampilan. Jilbab jangan ditanya
lagi, kalau bukan jilbab instan model rabbani atau TPA yang tadi saya sebut,
pasti jilbab “taplak” segiempat dengan satu pin kecil di bawah dagu.
![]() |
| Kalau dilihat-lihat, saya memang kucel, wkwkwk ... |
Kosmetik lebih kalah lagi.
Saya sering nggak sempet atau lebih tepatnya malas bedakan apalagi lipstick-an.
Yang penting udah pakai pelembab sama tabir surya. Memang saya pun nggak
mengalokasikan waktu khusus untuk dandan. Pokoknya asal sabet aja skin care dasar, oles-oles trus tancap gas. Baru
akhir-akhir ini setelah DuoNaj lebih mandiri saya mulai sedikit berias. Terutama
saat di ajak jalan suami atau kondangan.
Urusan dipanggil Mbak itu belum
seberapa dongkolnya dibanding saat harus ke rumah sakit karena dagu Najwa bocor. Saya
yang saat itu panik, langsung saja ke salah satu RS Islam terdekat di rumah
untuk mencari pertolongaan. Sudah bisa dipastikan saya nggak sempat berdandan
dulu. Lha wong Najwa nangis terus dan darahnya udah kemana-mana, yang penting
saya bawa dompet, HP sama ATM.
Baju tetap gamis batik zaman hamil Najwa
sama jilbab TPA yang saat itu sudah melekat di badan. Semakin mengenaskan karena saya pakai sandal jepit saja. Saya
langsung naik angkot sambil terus memegangi dagu Najwa yang berdarah.
Sesampainya di rumah sakit saya
langsung menuju IRD dengan harapan cepat mendapatkan pertolongan. Setelah anak
dibaringkan dan dibersihkan lukanya, saya disuruh gendong lagi dan ngurus
administrasi. Akhirnya saya pun mendaftar dan membuat kartu periksa untuk
pasien.
Lama saya menunggu tapi nggak
dipanggil-panggil lagi. Padahal pasien setelah saya langsung ditangani.
Sedangkan dagu Najwa mulai berdarah lagi. Maka tangisannya pun mulai
menjadi-jadi kembali.
Saya pun langsung menuju ke ruang
perawat, saya tanya kenapa anaknya saya nggak ditangani dulu tapi pasien lain.
Dia bilang begini, “Maaf, Bu. Yang pakai SURAT MISKIN nunggu dulu, ya. Prosedurnya
harus dilengkapi dulu.” Bisa kalian tebak bagaimana reaksi saya? Saya langsung marah.
Saya bilang, “Dari mana bapak tahu saya pakai SURAT MISKIN? Bapak nggak tanya
saya tadi, cuma suruh bikin kartu periksa saja, kok bisa-bisanya bilang saya
pakai SURAT MISKIN?” Petugasnya pun gelagapan. Saya bilang lagi SAYA AKAN BAYAR
CASH! Akhirnya dia minta maaf dan Najwa pun langsung dapat penanganan.
![]() |
| Najwa pas dagunya bocor |
MIRIS! Harus segitunyakah dengan
rakyat miskin? Duh pengen nagis saya kalau inget kejadian itu. Lha apa iya saya
harus dandan cantik pakai perhiasan dulu sebelum ke rumah sakit? (padahal emang
nggak punya perhiasan, wkwkwkwk …) Ya, sudahlah. Anggap saja ini pembelajaran.
Dan saya berjanji pada diri saya sendiri. Saya nggak ingin membatasi nilai diri
dan kemampuan saya hanya karena tampilan luar. Pun saya nggak akan menilai
orang lain dari tampilan luarnya. Saya berjanji tidak akan melakukan hal itu pada orang
lain.
Sekarang pun, kalau lagi di mall
atau di tempat makan yang agak keren dikit gitu (kerennya dikit aja, hehehe …).
Pelayannya masih suka melihat dengan ogah-ogahan. Saya sama suami, ma, cuek
aja. Yang penting transaksi bisa bayar. Lagian kalau kita lihat-lihat aja juga
bukan karena nggak bisa bayar, kan? Mungkin saja nggak cocok atau kurang mahal,
wkwkwkwk sombong banget BukNaj, boong yang ini. Saya, ma, belanja di pasar dah
seneng orangnya.
Hal serupa kami ajarkan pada
anak-anak. Nggak perlu khawatir dengan tampilan luar, bentuk muka atau warna
kulit. Yang penting kita harus bersih, rapi dan tidak berbau, baik badan maupun pakaian.
Bicara dan tingkah laku sopan, tapi bukan berarti pemalu. Dan yang sangat
penting adalah tidak minder, karena penting untuk kami menanamkan kepercayaan
diri pada anak di tengah ganasnya Jakarta.
-DNA-
#ODOP
#day15
#bloggermuslimahindonesia








































waduh, kasian liat dagu Najwa :(
ReplyDeleteMbak, aku berkali-kali juga dapat perlakuan seperti dalam cerita. Kebetulan anakku yang gede bayinya putih agak sipit nurun dari pihak bapake..lha aku ireng kusem kwkwkw..Jadi pas momong dia sering dikira Mbaknya hahaha..lantaran, penampilan juga terlalu biasa
Lalu pas sudah ngojek sekolah, teman-temannya banyakan naik jemputan, dijemput mbak/sopir/ojek..jadi awalnya aku juga dikira mbaknya anak-anak...Padahal seumur-umur momong sendiri nggak pernah pakai mbak.
Itulah ya..casing selalu jadi penting bagi banyak orang, padahal yang utama adalah isinya #eaaa:)
pengalaman yang unik ya mbak.. untungnya dihadapi dengan bijak.. memang manusia lebih mudah percaya dengan apa yang dilihat.. sementara terkadang penglihatan tidak selalu benar.. itulah lemahnya manusia.. dari banyak pengalaman kita belajar
ReplyDeleteWaduh terlalu juga ya petugas rumah sakitnya. Nggak pakai nanya-nanya dulu langsung bilang pakai surat miskin aja
ReplyDeleteSaya juga tipe minimalis pake banget wkwkwkk.... dandan jarang dan iyess itu kucel mak heuheuu.
ReplyDeleteKalau saya dandan cuman bedak, air mineral yang disemprot sama pelembab bibir
ReplyDeleteCuci muka pakai sabun batang aja
Cuman kalau baju saya mulai belajar memilih. Biar gak saltum aja sebenarnya. Udah begitu aja, saudara-saudara masih bilang kalah sama Mamanya ...wkwkwk.Soalnya mama saya udah 63 tahun masih lebih hitzzz dari saya
Cuman saya paling gak berani menilai orang dari penampilan apalagi baru liat sekali. Takut salah