3 Hal yang Saya Pelajari setelah 8 Tahun Berstatus Istri

www.damaraisyah.com
Delapan tahun menikah, tapi rasanya seperti  baru saja melalui fase terberat pada 5 tahun pertama pernikahan. Iya, usia pernikahannya memang sudah sampai di angka 8, tapi baru 5 tahun terakhir ini kami hidup bersama dalam satu atap. 
Setelah memutuskan pindah ke Jakarta dan berkumpul dengan suami seperti selayaknya suami istri, rasanya saya seperti kembali pada titik awal. Persis seperti pengantin baru yang baru mengenal satu sama lain. Terlebih, kami menikah tanpa melalui proses pacaran. Begitu ketemu, tukar kontak, merasa cocok langsung jebret lamaran terus nikah.
Setelah menikah pun kami tak punya cukup waktu untuk “yang-yangan” kayak pengantin baru yang sedang kasmaran. Tanggung jawab di tempat bekerja “memaksa” kami berpisah pada hari kedua pernikahan. Meskipun dua minggu kemudian kami menghabiskan banyak waktu bak manten anyar, tapi ya tetap saja selanjutnya hanya bertemu sekali dalam sebulan saat weekend di akhir bulan.

Awal-awal di Jakarta, saya merasakan hidup menjadi sangat berat. Pergeseran aktivitas dari ibu bekerja menjadi ibu rumah tangga mau tak mau memainkan emosi saya. Belum lagi komunikasi dengan suami yang sangat tidak lancar karena harus melalui berbagai fase penyesuaian kembali.

Dulu suka baper, sekarang mah yang penting transferan kenceng, wkwkwkwk #matre
Nggak Baper-an
Kini, setelah 8 tahun menikah saya mulai mempelajari hal-hal yang membuat saya tidak mudah baper sebagai istri. Iya, memang dulunya saya baperan. gampang ngambek ujung-ujungnya air mata bercucuran. Tapi sekarang saya nggak mau lagi. Salah satunya karena saya mulai menyaring apa yang perlu dimasukkan ke dalam hati atau just let it go.
Saya dan suami adalah dua pribadi yang berbeda. Meskipun kami hidup bersama dan terikat satu dengan yang lainnya. Tapi toh kami tetap tidak sama. Boleh jadi visi misi kami dalam berumah tangga sama, tapi cara mengeksekusinya bisa jadi berbeda.
Saya yang cenderung suka merencanakan, membuat target terukur dengan setiap tahap pencapaian rupanya belum terlalu siap dengan cara suami yang cenderung santai, kemudian pada suatu waktu melakukan lompatan yang tiba-tiba.Akibatnya saya sering sakit hati ketika suami menganggap pola pikir saya itu sudah bukan zamannya.  Kurang “berani” membuat terobosan, mungkin begitu maksudnya.
Tapi itu dulu ya, kalau sekarang mah saya ambil positifnya saja. Ada waktunya saya harus melakukan lompatan-lompatan seperti yang dikatakan suami, ada pula saatnya melangkah dengan perhitungan, bahkan ketika harus istirahat untuk mengambil jeda, saya usahakan semuanya bukan karena ingin berhenti tapi justru sedang mengambil ancang-ancang.
Dalam hal komunikasi saya juga mulai belajar banyak. Saya yang tipe suka didengar, dulu paling senewen kalau lagi ngomong tapi yang diajak ngomong kelihatan nggak antusias.  Akhirnya saya cenderung malas sharing dan berusaha menyelesaikan segala sesuatunya dengan cara saya sendiri.
Sekarang, mau situ lempeng atau antusias, kalau pengen curhat ya curhat aja, tapi ya saya bilang dulu pengin cerita. Karena ternyata laki-laki itu makhluk yang irit bicara. Sedangkan saya 20 ribu kata aja kadang kurang, wkwkwkwk *cerewet. Dan ternyata lagi, suami saya itu memang nggak ekspresif sama sekali. Jadi ya gitu deh, kayak nggak antusias gitu.
Pak Bas itu emang lempenggg banget, nggak ekspresif blas kalau sama istrinya, wkwkwk
Gengsi
Soal gengsi lain lagi. Saya yang dibesarkan dalam pengasuhan ibu tanpa figur ayah atau saudara laki-laki di rumah. Selalu merasa bahwa perempuan bisa menyelesaikan segalanya. Nyatanya ya emang dari usia 6 tahun saya  hidup tanpa sosok laki-laki di rumah. dan buktinya ibu bisa menyelesakan semua permasalahan di rumah.
Mindset saya terlanjur terbentuk seperti itu, hingga akhirnya saya merasa gengsi untuk meminta bantuan pada suami. Bahkan saat awal menjadi ibu rumah tangga pun saya masih gengsi minta uang belanja. Kalau belum ditransfer ya diam saja, palingan nunggu saya gajian MLM karena saat itu saya nyambi MLM-an. Eh, semakin ke sini saya baru sadar bahwa menafkahi keluarga adalah kewajiban suami. Dan minta uang ke suami itu sama sekali nggak salah donk, ngapain juga gengsi, hehehe.
Tapi sampai sekarang pun kadang saya masih gengsi meskipun nggak banget-bangetlah. Kalau misalnya beli-beli yang buat urusan saya sendiri seperti lipstik, bedak atau pernak-pernik lucu. Saya tetap lebih nyaman jika bisa beli dengan uang hasil keringat saya sendiri, misalnya dari fee menulis. 
Ya, yang namanya mindset udah kebentuk selama puluhan tahun. Usia pernikahan 8 tahun belum ada apa-apanyalah, so nggak segampang itu memang mengubah cara berpikir soal gengsi ini. At least, saya sadar dan sedang berusaha.
Acara jalan-jalan yang seringnya spontan.
Romantis Nggak Selalu Berwujud Bunga atau Surprise di Hari Spesial
Lagi-lagi dulu, saat awal menikah saya ya penginnya di romatis-romantisin sama suami. Macam kalau ulang tahun dikasih surprise, atau diseneng-senengin saat anniversary, wkwkwk. Tapi ya, ternyata suami saya ini nggak romantis sama sekali, hahaha, kacian deh Buknaj. Jadi nih, akhirnya saya sering sakit hati hanya karena hal-hal kayak gitu. Lha jangankan kasih surprise, suami aja inget tanggal lahir saya karena diingetin Om mark. Lha boro-boro ngasih kejutan.
So i say bye for that kind of wishlist. Saya nggak pernah lagi ngarep-ngarep dikasih surprise atau pesan romantis dari suami. Wislah emang orangnya kayak gitu, malah bikin baper kalau terus ngarep-ngarep. 
Tapi,  di kesempatan lain bisa saja secara spontan suami beliin sesuatu yang saya pengin. Atau ngajak pergi, nginep, jalan-jalan, bahkan kasih izin untuk ikut training atau workshop ini itu yang saya lagi pengin. Nah, bagi sebagian laki-lakai cara seperti itulah yang dipilih untuk menunjukkan keromantisannya pada istri. Dan saya pun mulai terbiasa.
Ya, intinya yang namanya suami istri itu kan tetap dua pribadi yang berbeda. Bahkan maksud hati pun kadang-kadang tak sama, meskipun hidup selalu bersama. Jadi komunikasi memang paling penting. Tapi ingat, komunikasinya harus dua arah biar nggak ada yang jadi minoritas. Selain itu, harus saling bisa menerima dan memaklumi. Dan yang pasti jangan terlalu memaksakan pasangan menjadi 100% seperti yang kita inginkan, karena udah pasti nggak mungkin lah ya.
So, sekian curhat hari ini, hehehe. Thanks for reading! hehehehe.

15 thoughts on “3 Hal yang Saya Pelajari setelah 8 Tahun Berstatus Istri”

  1. Wah perjuangan istri emang selalu menarik buat ditulis. Alhamdulillah sekarang anti baper yaaaak mbak, semua emang butuh proses. Apa semua lelaki kayak gt ya? Gak ingat ultah istri haha 😀 *sama

    Reply
  2. Separuh usia pernikahanku Mbak Damar…kwkwkSemoga semakin bisa saling melengkap visi dan misi ya. Ya, memang begitu itu laki-laki…kalau pergi nanya mau dibelikan apa, dijawah sudah enggak usah (dalam hati padahal beliin kek apa gitu)…eh pulang-pulang beneran tangan hampa..hahahaTapi giliran enggak diminta, ada yang dibawa..Sakinah Mawaddah Warahmah ya Mbak Damar..Aamiin:)

    Reply
  3. 28 tahun hidup bersama Ayangbebku, masih sering baperan hahaha… Suami kurang romantis sementara saya sukanya yang romantis-romantisan. Anehnya saya masih lengket terus kayak prangko saja sama si Ayangbeb, hehehe…cinta mati kali yah

    Reply
  4. "Minta uang sama suami itu nggak salah."haha suka banget sama point yang ini. ya iyalaaah.. yang salah itu minta uang sama suami (orang) wkwkwkwk… ah mba Damar sukses jadi morning boosterku pagi ini

    Reply
  5. BukNaj perlu tau..kebanyakan para suami memang seperti itu. Suka lempeeng tanpa ekspresi ya hihihi..Tapi menurut seorang pakar pernikahan, anggaplah semua hal yang kurang cocok dari pasangan sebagai recehan. Gak perlu ditanggapi serius. Lain lagi kalau yang berhubungan dengan agama dan kesehatan, harus segera dibicarakan. Dan salah satu ciri pernikahan yang sehat itu, komunikasinya lancar ..gitu, Bun :))

    Reply
  6. Aduuh itu yang lagi panahan, posenya romantis beeetttt.. eh iya aku kok juga masih rada gengsi ya minta ke suami, tapi ya betul kata mbak Damar gak salah kok minta ke suami jadi ya ttp aja minta malah jadi makin mesra karena mintanya kaya anak kecil jadi pake manjah2 gitu, halah… malah curcol…

    Reply
  7. Asli baper kangen si ayang hahhaha… Nasib singgel mom udah lewat mbak masa-masa itu. Tapi Yo sama itu aku dulu ya begitu 9 tahun 10 bulan hidup sama suami gak pernah ingat kasih hadiah ulang tahun, ujung2nya dikasih duit suruh beli sendiri apa ya di mau. Romantisnya beda MBK kalau aku dulu pulang kerja rumah udah kinclong cucian sudah di jemuran piring berjajar rapi di rak piring. Eike pulang kerja malu malu meong lah ya hahahha Suami itu unik meskipun datar gitu ya

    Reply
  8. Hihi…kayak suamiku lempeng mb Damar. Tapi justru kalau dia bikin kejutan yang gak biasanya, malah melekat dihati dan susah buat nglupain..

    Reply

Leave a Comment