Azan magrib merupakan
penanda, anak-anak harus berhenti bermain, masuk rumah, dan berdiam diri untuk
sejenak. Beribadah, makan malam kemudian
dilanjutkan belajar. Boleh mengerjakan PR, belajar materi untuk keesokan hari
atau membaca. Apa saja boleh dibaca, yang penting aktivitas yang dilakukan adalah membaca.
Kebiasaan seperti ini sudah kami terapkan sejak
memiliki anak pertama, terus berlanjut hingga hari ini dan secara otomatis
menjadi semacam rule dalam keluarga kami. Peraturan semacam ini memang bisa
jadi tidak selalu ketat, situasional. Misalnya saat weekend dan kami
harus bepergian, bisa jadi waktu magrib kami masih berada di jalanan, di dalam
alat transportasi atau bahkan terjebak dalam suatu acara.
Hal di atas hanyalah satu dari sekian rule
yang tanpa sengaja disepakati bersama oleh seluruh anggota keluarga. Kebiasaan
lain seperti mengembalikan barang ke tempatnya setelah dipakai. Mematikan kran
air, meletakkan baju kotor di keranjang cucian. Semua itu hanyalah kebiasaan
sehari-hari yang sangat sepele, namun entah mengapa tiba-tiba saja menjadi
semacam rule yang dijalankan dan dipatuhi bersama.
Tapi, meskipun secara tidak langsung sudah disepakati. Ada kalanya anak-anak protes dan
membanding-bandingkan dengan keluarga lain. Misalnya jika ada teman-temannya
yang masih bermain di luar rumah selepas magrib. Mereka bakalan protes pada kami, orang tuanya. Saya, tentu saja tidak bergeming dengan rengekannya. Karena meskipun tidak ketat, tapi situasional. Tapi bukan juga berarti longgar. Harus melihat situasi dan kondisinya.
Saya yakin setiap orang tua dan keluarga, punya alasan tersendiri untuk memperbolehkan ini dan itu pada
anak-anaknya. Mereka pun pasti memiliki pertimbangan terkait A, B atau C yang
mereka terapkan pada anak-anaknya. Hal mengenai pembiasaan, pembentukan
karakter dan cara pandang setiap keluarga juga pasti berbeda. Apalagi
prioritas, tujuan dan cita-cita masa depan.
Sudah pasti setiap keluarga berkeinginan
memiliki anak-anak yang sehat, baik, berkarakter kuat dan hal-hal positif lainnya. Tapi dalam
penjabarannya, pengambilan langkah pertama, problem solving dan perspektif
hidup setiap keluarga juga sudah pasti berbeda. Ya, mau bagaimana lagi.
Individu yang menjalankannya pun juga berbeda. Nggak mungkin diseragamkan
meskipun tujuannya secara garis besar sama.
Mengenai menerapkan pembiasaan
ini pun saya sempat kewalahan jika harus berdebat dengan anak. Belum lagi jika mereka
melihat keluarga lain yang semuanya “serba longgar” juga baik-baik saja. Kenapa
kita tidak?
Alasan saya pun kadang sepele
saja, hanya agar anak-anak memiliki kebiasaan yang positif, tertib diri dan
kemudian mandiri. “Ibuk, kan nggak bisa terus-menerus mendampingi kalian. Kalau
kalian sudah mempunya kebiasaan, maka kalian akan lebih mudah pas dewasa nanti.
“ Cuma gitu aja alasannya.
Pernah juga si kakak protes
mengapa harus membaca setiap hari. Padahal teman-temannya tidak selalu membaca
di rumah. Toh, mereka tetap pintar? Tarik nafas dulu sebelum jawab, hehehe …
Kembali lagi, karena membaca adalah kebiasaan baik yang sedang kami terapkan
dalam keluarga. Tidak hanya anak-anak, orang tua pun tak luput dari kebiasaan
ini. Apa sih tujuannya? Membuka wawasankah? Atau menambah pengetahuan? Ya, itu
tujuan yang lebih serius. Tapi untuk levelnya anak-anak, kebiasaan membaca kami
tujukan untuk menumbuhkan rasa SUKA. Jika sudah suka, mana bisa mereka
meninggalkannya? Ya, kan? Baru kemudian mereka akan merasakan setiap manfaat
dari kebiasaan itu.
Memang tidak mudah menerapkan
kebiasaan yang diharapkan menjadi rule dalam keluarga. Selain protes dari
anak-anak, orang lain pun kerap mencibir, memandang sebelah mata. Sok-sokan
banget, mungkin begitu batin mereka. Tapi, ya biarlah, karena tidak
semua hal perlu kita dengarkan. Menutup telinga dan memakai kacamata kuda,
kadang kala perlu dilakukan. Apalagi jika ini menyangkut apa yang diyakini baik
untuk masa depan. Anggap saja cibiran itu sebagai supporter yang terus
menyemangati kita untuk bergerak. Akur? Akurin, deh.
Untuk itu semua maka, yuklah! Saling
menghormati dan menghargai apa-apa yang diterapkan dalam sebuah keluarga patut
kita perhatikan. Biarkan keluarga lain berbeda, begitupun sebaliknya bebaskan
keluarga kita berjalan dengan apa yang kita yakini baik. Toh , semuanya
memiliki tujuan masing-masing.selebihnya asal tidak mengganggu kepentingan
umum, biarkan setiap keluarga berkembang dengan aturan dan kebiasaan yang
mereka sepakati.
Di postingan kedua nanti saya
akan berbagi sedikit, peraturan dasar dalam keluarga kami yang bisa dibilang masih newbie.Ya, sekedar berbagi saja, syukur-syukur jika nantinya bermanfaat. Hehehe ... Stay happy!
-DNA-
#ODOP
#Day22
#bloggermuslimahindonesia





































keluarga ku juga punya rule yang harus di taati bersama juga
ReplyDeleteIya, setiap keluarga pasti punya. Hanya kadang tidak terlihat seperti rule, bisa jadi kebiasaan atau tradisi bersama. :)
Delete