Dulu, Hari Kemerdekaan adalah
saat di mana anak-anak panen hadiah dari aneka perlombaan yang digelar untuk memeriahkannya. Makan Kerupuk, Balap Karung, Sendok Kelereng
dan Memecah Air hanyalah sebagian lomba yang dilakukan setiap tahun. Bahkan setiap RT di
kampung saya rutin melombakannya.
Saya paling jago di lomba Memecah
Air. Karena untuk menang di lomba Makan Kerupuk terlalu berat bagi saya. Gigi
banyak yang ompong yang tersisa pun bolong semua. Susah mengalahkan teman-teman
yang giginya masih sempurna.
Dulu juga, saya langganan ikut
jalan santai keliling kampung sebagai puncak perayaan 17-an. Tapi jangan tanya
door prize-nya, karena nampaknya keberuntungan tak terlalu berpihak pada saya
dalam hal door prize. Itung-itung sehat sajalah.
![]() |
| Sumber gambar: Fotografer.net |
Kemerdekaan adalah kebahagiaan
atas segala kemeriahan untuk memeringatinya. Hadiah, berkumpul dengan
teman-teman, sekolah sering pulang pagi karena banyak kegiatan di luar kegiatan
belajar mengajar. Yang tak kalah penting nonton panggung hiburan yang menampilkan
teman-teman yang memiliki talenta di bidang seni.
Ketika duduk di bangku SMP dan
mulai aktif di kegiatan Marching Band, Hari Kemerdekaan bagi saya adalah
pressure. Ya, mulai sebulan sebelumnya kami terus berlatih untuk pertunjukan
17-an. Mengiringi saat upacara di sekolah, unjuk gelar pada acara pengibaran
bendera di kabupaten, karnaval, bahkan pernah juga kami disewa kecamatan
lain sebagai pembuka arak-arakan karnaval budaya daerah mereka.
Menjelang Hari Kemerdekaan adalah
saat-saat yang melelahkan. Sering meninggalkan jam pelajaran tapi pulang selalu
telat. Menghafal berlembar-lembar notasi angka karena biasanya pelatih menambah
materi untuk bekal pertunjukkan. Belum juga harus berlatih display dan
konfigurasi di lapangan dengan panas terik menyengat.
Kemerdekaan adalah kesiapan diri
menjadi lebih tahan banting, tahan uji. Siap mengejar ketinggalan materi di
kelas dan siap dengan kulit “gosong” akibat dijemur berhari-hari oleh pelatih.
Sempat melewati perayaan
kemerdekaan yang “biasa saja”. Saat di bangku kuliah dan kemudian bekerja, secara personal saya merasa tak ada yang
istimewa dengan perayaan kemerdekaan. Ya, karena tak terlibat dalam hal
apapun. Dan lagi, makna kemerdekaan
sudah bergeser dari sekedar hiruk pikuk dan perayaan. Tapi lebih pada memaknai
kebebasan diri sebagai lajang yang tak ingin ditekan dengan segala aturan.
Kemerdekaan adalah kebebasan
menjadi diri sendiri dan melakukan apa yang disukai. Merdeka tanpa khawatir dengan stigma negatif
sebagai perempuan lajang yang tak kunjung menikah. Merdeka berorganisasi dalam
kegiatan sosial yang mau tak mau menyita sebagian besar waktu saya. Merdeka
tanpa terkekang oleh aturan menjadi istri dan dibatasi oleh makhluk yang
bernama suami.
Waktu terus bergeser, hingga
sampailah saya pada memaknai kemerdekaan dengan cara yang lebih manusiawi.
Menjadi orang tua dan menghadapi kerasnya kehidupan di ibukota, mengajarkan
saya banyak hal tentang kemerdekaan dalam makna yang lebih luas.
Kemerdekaan
yang telah dibayar dengan darah dan air mata para pahlawan ini telah memberikan
banyak kesempatan bagi seluruh rakyat negeri ini.
Dalam segala keberagaman yang ada
di sekitar saya, penghormatan atas
kemerdekaan setiap individu telah menyatukan kami dalam kerjasama, saling
memberikan ruang dan kesempatan untuk bertumbuh dan menunaikan hajat hidupnya.
Tak bisa dipungkiri, kemerdekaan
jugalah yang akhirnya memberikan ketenangan dalam beribadah, berekspresi
sebagai manusia dengan segala keunikan, serta bergaul dan menjalin komunikasi
tanpa memilah–milah golongannya.
Peringatan Hari Kemerdekaan
harusnya menjadi pengingat, khususnya bagi saya. Bahwa apa yang dinikmati
rakyat Indonesia pada hari ini bukan hanya buah dari cita-cita luhur, semangat
membangun dan perjuangan dari segolongan atau segelintir manusia saja. Tanpa
melihat apa yang disebut perbedaan, mereka bersatu untuk merebut dan kemudian
mengisinya melalui pembangunan.
Kenyataan yang membuka lebar mata
saya. Bahwa kemerdekaan tak sekedar kebebasan bagi diri sendiri. Tak sebatas terlepas
dari kekangan penjajah seperti halnya yang terjadi pada masa-masa perjuangan.
Tapi kemerdekaan adalah penghargaan bagi setiap insan, toleransi dan memberikan
hak serta kesempatan bagi setiap individu untuk berkembang. Kemerdekaan dalam
beribadah, berilmu dan mengemukakan pendapatnya dalam perilaku dan ucapan.
Kemerdekaan menjadi sangat luas
makna dan cakupannya. Tapi atas nama itu semua, kemerdekaan yang hakiki harus
dimulai dari pikiran. Membebaskan diri dari penjajahan komentar yang dapat
menurunkan nilai kemerdekaan diri. Merdekakakan dulu pikiran kita. Maka raga
akan bergerak mewujudkan kemerdekaan bagi sesamanya.
Dirgahayu Indonesia, Merdeka!!
-DNA-
#ODOP
#Day17
#bloggermuslimahindonesia





































Wuah. Serius tenan makna kemerdekaan bagimu. Pas SMP. 😀😀
ReplyDeleteSumpah, berat betul mengisi kemerdekaan ini. Pyuhh wkwkwkwk
Delete