Belakangan, Najib sering sekali
menirukan cara berbicara teman bermain laki-lakinya. Teman Najib ini atau kita sebut saja Si A, memang masih susah mengucapkan kata-kata. Hanya
beberapa kata saja yang dapat kami mengerti maksudnya dengan jelas, seperti “Jib”
yang berarti Najib, “aem” yang berarti maem atau makan, “dah” atau sudah, "Bah" atau Mbah kemudian "Buk" dan "Pak". Selebihnya kami selalu berusaha memahami maksudnya berdasarkan gerak tubuh atau
situasinya saja.
Fase di mana dia mulai
mengeluarkan suara pun terbilang jauh tertinggal dibanding teman-teman sebayanya.
Sehingga saat semestinya anak mulai melatih kata-kata pertamanya, Si A yang sekarang sudah berusia 3,5 tahun baru
belajar berbahasa, dan masih suka berteriak atau
menjerit ketika ingin menyampaikan maksudnya.
Sebenarnya, sejak Si A ini
berusia 1,5 tahun, para tetangga termasuk saya sudah sering mengingatkan orang
tuanya untuk lebih sering menstimulasi. Tapi begitu keluarganya bilang nggak
ada masalah. Kami lantas tidak berusaha mengingatkan lagi. Kami percaya orang
tua dan keluarganya jauh lebih memahami si anak.
Tapi sampai usianya menjelang 3
tahun, tidak ada perkembangan yang berarti yang dapat kami temui. Hingga beberapa
bulan berikutnya, salah seorang anggota keluarga menyampaikan bahwa Si A akhirnya
menjalani terapi wicara.
Teman Najib ini memang sangat
sering bermain ke rumah. Maka dari itu saya lumayan dekat dengan keluarganya. Najib
cenderung anteng dan betah berlama-lama dengannya. Mungkin saja karena Si A ini
tidak mau melawan atau ngeyel dengan
Najib. Jadi Najib merasa nyaman-nyaman saja bermain dengannya.
Tapi, saya sering curiga jangan-jangan pembawaan
Si A yang nggak mau ngeyel ini bisa jadi karena kesulitan untuk menyampaikan
maksudnya. Najib yang masih 3 tahun saja pernah mengatakan kalau Si A ini belum
bisa ngomong. Begini katanya, “Buk, A itu kan gak isa omong, adi iem aja.”
(maksudnya, Buk, Si A ini kan nggak bisa ngomong, jadi diam saja).
Saya lumayan kaget pada saat
itu. Bagaimana bisa anak umur 3 tahun berpendapat bahwa temannya nggak bisa
ngomong? Apakah memang selama bermain Si A ini terlalu diam? Atau, bisa saja
Najib pernah mengajaknya berbicara tapi dia tidak merespon balik?
Jujur, berdasarkan pengamatan
saya sebagai orang tua yang juga sedang mengasuh anak sepantaran dengan Si A.
Tahap perkembangan bahasanya memang jauh tertinggal dari teman-temannya. Tapi
saya berusaha berbaik sangka, bisa jadi karena Si A memang sedang mengembangkan
kemampuan lainnya., atau bersifat pendiam. Saya yakin setiap anak memang unik,
begitu pun dengan grafik tumbuh kembangnya yang bisa jadi tidak selalu sama.
Sempat Khawatir dengan
Perkembangan Berbahasa Najib
Saya sendiri sempat merasakan
kekhawatiran dengan perkembangan bahasa pada Najib. Pengalaman mengasuh Najwa terus terang membuat saya was-was.
Karena pada usia yang lebih muda, Najwa sudah sangat terampil berbahasa.
Seingat saya, menjelang ulang tahun yang pertama Najwa sudah bisa menjawab
pertanyaan dengan baik dan tidak melalui masa cadel.
![]() |
| Ulang tahun Najwa yang pertama. Masih merangkak tapi sudah cerewet. |
Berbeda dengan Najib yang sampai
menjelang ulang tahun kedua masih kurang jelas ucapannya. Sudah banyak ngomong,
sih. Dan ketika diajak berbicara atau ditanya dia sudah merespon dengan tepat.
Hanya pengucapannya yang masih tidak jelas.
Neneknya sempat khawatir sampai
menyarankan untuk mengikuti terapi. Tapi, saya pun berpikir Najib baik-baik
saja, seperti halnya ibu Si A. Dan saya
pastikan terus menstimulasi dan memantau perkembangannya.
Perkembangan Berbahasa Najwa dan Najib pada Usia yang Sama
Saya merasa keyakinan saya ini juga tidak
asal-asalan, atau untuk menenangkan hati saja. Saat itu saya banyak mencari informasi tentang tumbuh kembang balita baik
anak laki-laki maupun perempuan. Maksud saya untuk membandingkan, karena saya
melihat tumbuh kembang Najwa dan Najib cenderung berkebalikan.
![]() |
| Najib usia 15 bulan. Sudah suka gowes sepeda kakaknya, tapi masih belum banyak ngomong. |
Pada usia 1 tahun Najwa sudah terampil berbahasa, tapi belum bisa berjalan. Sedangkan Najib sudah lebih dulu berjalan, sedangkan saat usianya lewat 15 bulan dia baru banyak ngomong meskipun belum jelas kata per kata.
Sampai hari ini, saat usia Najwa
6,5 tahun dan Najib 3 tahun, perkembangan motorik kasar Najib jauh di atas Najwa pada usia yang sama. Begitu pun halnya, keterampilan berbahasa Najwa melejit,
jauh di atas Najib pada usia yang sama.
Berkaca pada 2 hal tersebut, saya pun menyimpulkan sendiri, bahwa bisa jadi grafik tumbuh kembang keduanya memang unik dan berbeda. Tapi, saya pastikan bahwa keduanya berada pada batas normal pola tumbuh kembang umum, sesuai batas usianya.
Berkaca pada 2 hal tersebut, saya pun menyimpulkan sendiri, bahwa bisa jadi grafik tumbuh kembang keduanya memang unik dan berbeda. Tapi, saya pastikan bahwa keduanya berada pada batas normal pola tumbuh kembang umum, sesuai batas usianya.
Setelah melihat kasus Najib, Si A
dan mendengarkan curhat beberapa orang tua yang mengeluhkan anak laki-lakinya yang
cenderung telat mengembangkan kemampuan berbicara atau berbahasa. Saya kemudian berpikir apa benar bahwa kasus speech
delay lebih banyak dialami anak laki-laki? Pertanyaan inilah yang kemudian
mengantarkan saya pada berbagai bahan bacaan tentang speech delay dan speech
disorder pada anak.
Apa itu Speech Delay dan Speech Disorder?
Speech Delay dan Speech Disorder,
meskipun keduanya terdengar mirip dan sama-sama diasumsikan sebagai kasus
keterterlambatan bicara pada anak. Sebenarnya kedua hal tersebut berbeda. Dalam salah
satu artikel yang saya baca, speech delay merupakan istilah dari keterlambatan
berbicara, sedangkan speech disorder adalah gangguan berbahasa.
Berbicara dan berbahasa adalah 2 hal yang berbeda. Berbicara merupakan kemampuan untuk mengeluarkan suara, sedangkan berbahasa lebih berkaitan pada arti kata dibanding suara yang dikeluarkan. Seorang anak terindikasi mengalami keterlambatan berbahasa ketika perkembangannya mengalami urutan yang sama, tapi terlambat. Sedangkan gangguan berbahasa bisa diindikasi ketika perkembangan berbahasa anak tidak sesuai dengan polanya.
Pola di sini tentu saja mengacu pada pola tumbuh kembang anak sesuai rentang usia yang digunakan secara umum. Sedangkan masalah keterlambatan berbahasa (berbicara) sendiri, umumnya lebih sering dialami anak-anak pada usia prasekolah.
![]() |
| theconversation.com |
Apakah benar speech delay lebih
sering dialami anak laki-laki?
Menurut salah satu penelitian, bayi yang terpapar hormon testoteron tinggi semasa janin riskan mengalami keterlambatan dalam perkembangan berbahasa. Pernyataan ini didasarkan pada salah satu penelitian yang dilakukan dengan mengukur testoteron dalam darah tali pusat dari 700 lebih bayi yang baru lahir. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan pada perkembangan bahasa mereka pada tahun pertama, kedua dan ketiga.
Hasil penelitian menujukkan anak
laki-laki dengan paparan kadar testoteron tinggi cenderung mengalami keterlambatan
berbahasa atau berbicara. Sedangkan salah satu fakta menyebutkan bahwa janin
laki-laki memiliki sirkulasi testoteron hingga 10 kali lebih tinggi dibanding janin
perempuan.
Namun, efek sebaliknya ditemukan pada anak perempuan. Anak-anak perempuan yang mendapatkan paparan testoteron tinggi semasa dalam kandungan mengalami penurunan resiko speech delay. (Sumber: Kompas.com)
Selain itu, ada perbedaan pada perkembangan otak anak laki-laki dan perempuan. Pada anak laki-laki, bagian otak yang mengontrol gerakan dan koordinasi tumbuh lebih cepat. Bagian ini biasa disebut cerebellum. Sedangkan pada anak perempuan, bagian otak yang mengontrol panca indra bisa dibilang lebih sensitif ketimbang anak laki-laki.
Tapi, perbedaan jenis kelamin sebenarnya tidak selalu mengindikasi tumbuh kembang anak. Karena pada dasarnya stimulasi yang diberikan orang-orang di sekitar anak akan sangat menunjang. begitu pun halnya dengan kemampuan berbicara. Anak laki-laki maupun perempuan yang sering mendapatkan stimulus, misalnya diajak berbicara atau bercerita. Cenderung tidak mengalami gangguan bicara atau berbahasa.
Berikut adalah beberapa poin yang dapat dijadikan patokan perkembangan bahasa anak usia 0 hingga 3 tahun.
1. Usia 0 tahun / lahir : menangis
2. Usia 2 - 3 bulan
Menangis dengan cara berbeda dalam berbagai kondisi, mengeluarkan suara sebagai respon kepada orang tua
3. Usia 3 - 4 bulan : mengoceh tidak beraturan
4. Usia 5 - 6 bulan
Mengoceh dengan pola berulang, "mama", "papa", "tata"
5. Usia 6-11 bulan
Mengoceh dengan cara meniruklan suara orang di sekitarnya, sering kali diikuti mimik wajah yang berubah-ubah.
6. Usia 12 bulan
Mengucapkan 1 - 2 kata, mampu mengenali nama, memahami beberapa bunyi dan kata, memahami instruksi singkat dari orang-orang di sekitarnya.
7. Usia 18 bulan
Dapat menggunakan 5 - 20 kata termasuk menyebutkan nama.
8. Sampai usia 2 tahun
Dapat mengucapkan kalimat pendek dan sederhana yang terdiri dari 2 kata. Seperti "minta makan", "Adik mau", dan sebagainya. Perbedaharaan katanya semakin banyak, bisa melambaikan tangan sambil mengucapkan "da.." atau " bye..". Menirukan suara hewan, menggunakan kata "apa" untuk bertanya, dan "tidak" atau "nggak" untuk menolak.
9. Sampai usia 3 tahun
Dapat mengenali dan menyebutkan bagian tubuhnya. Menyebut diri sendiri dengan kata, saya, aku atau menyebutkan namanya. Dapat mengkombinasikan kata hingga sekitar 450 kata. Dapat merangkai kalimat sederhana. Mampu mencocokkan warna. Bisa membedakan'besar' dan 'kecil'. Menyukai cerita dan dapat menceritakan kembali.
(Sumber : Ibu dan Balita, mommies daily, nakitagrid.id)
Berdasarkan poin-poin di atas, bisa jadi anak-anak mengalami perkembangan yang lebih cepat, atau sedikit lebih lambat. Tapi, saya tetap berpatokan pada progress yang terukur dari hasil pengamatan langsung. Selama ada perkembangan dan keterlambatannya tidak terlalu jauh, saya rasa masih normal. Keterlambatan yang tidak terlalu signifikan bisa jadi disebabkan oleh sifat bawaan anak maupun pola interaksi dengan lingkungannya.
Jika memang ada gangguan, maka tugas orang tua untuk mengamati lebih dalam. Apa poenyebab dan gejala yang mulai ditunjukkan. Selanjutnya, mari kita tanya diri sendiri, sudahkah memberikan stimulasi yang tepat dan berkesinambungan? Karena nggak bisa dipungkiri, ya. Stimulasi dari orang tua atau orang-orang di sekitar anaklah yang dapat merangsang kemampuan psikomotorik dan bahasanya. Tanpa adanya rangsangan, susah bagi otak anak untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Padahal otak bayi berkembang sangat cepat pada masa-masa awal kehidupannya. Benar bukan?
Pada postingan kedua tentang tema speech delay nanti, saya akan membahas tentang penyebab, gejala dan stimulasi yang tepat. Jadi, jangan lupa mampir lagi ya. 😉😉
Tulisan ini diikutsertakan dalam tantangan One Day One Post Oktober 2017 Blogger Muslimah Indonesia.
#ODOPOKT4
1. Usia 0 tahun / lahir : menangis
2. Usia 2 - 3 bulan
Menangis dengan cara berbeda dalam berbagai kondisi, mengeluarkan suara sebagai respon kepada orang tua
3. Usia 3 - 4 bulan : mengoceh tidak beraturan
4. Usia 5 - 6 bulan
Mengoceh dengan pola berulang, "mama", "papa", "tata"
5. Usia 6-11 bulan
Mengoceh dengan cara meniruklan suara orang di sekitarnya, sering kali diikuti mimik wajah yang berubah-ubah.
6. Usia 12 bulan
Mengucapkan 1 - 2 kata, mampu mengenali nama, memahami beberapa bunyi dan kata, memahami instruksi singkat dari orang-orang di sekitarnya.
7. Usia 18 bulan
Dapat menggunakan 5 - 20 kata termasuk menyebutkan nama.
8. Sampai usia 2 tahun
Dapat mengucapkan kalimat pendek dan sederhana yang terdiri dari 2 kata. Seperti "minta makan", "Adik mau", dan sebagainya. Perbedaharaan katanya semakin banyak, bisa melambaikan tangan sambil mengucapkan "da.." atau " bye..". Menirukan suara hewan, menggunakan kata "apa" untuk bertanya, dan "tidak" atau "nggak" untuk menolak.
9. Sampai usia 3 tahun
Dapat mengenali dan menyebutkan bagian tubuhnya. Menyebut diri sendiri dengan kata, saya, aku atau menyebutkan namanya. Dapat mengkombinasikan kata hingga sekitar 450 kata. Dapat merangkai kalimat sederhana. Mampu mencocokkan warna. Bisa membedakan'besar' dan 'kecil'. Menyukai cerita dan dapat menceritakan kembali.
(Sumber : Ibu dan Balita, mommies daily, nakitagrid.id)
Berdasarkan poin-poin di atas, bisa jadi anak-anak mengalami perkembangan yang lebih cepat, atau sedikit lebih lambat. Tapi, saya tetap berpatokan pada progress yang terukur dari hasil pengamatan langsung. Selama ada perkembangan dan keterlambatannya tidak terlalu jauh, saya rasa masih normal. Keterlambatan yang tidak terlalu signifikan bisa jadi disebabkan oleh sifat bawaan anak maupun pola interaksi dengan lingkungannya.
Jika memang ada gangguan, maka tugas orang tua untuk mengamati lebih dalam. Apa poenyebab dan gejala yang mulai ditunjukkan. Selanjutnya, mari kita tanya diri sendiri, sudahkah memberikan stimulasi yang tepat dan berkesinambungan? Karena nggak bisa dipungkiri, ya. Stimulasi dari orang tua atau orang-orang di sekitar anaklah yang dapat merangsang kemampuan psikomotorik dan bahasanya. Tanpa adanya rangsangan, susah bagi otak anak untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Padahal otak bayi berkembang sangat cepat pada masa-masa awal kehidupannya. Benar bukan?
Pada postingan kedua tentang tema speech delay nanti, saya akan membahas tentang penyebab, gejala dan stimulasi yang tepat. Jadi, jangan lupa mampir lagi ya. 😉😉
Tulisan ini diikutsertakan dalam tantangan One Day One Post Oktober 2017 Blogger Muslimah Indonesia.
#ODOPOKT4











































Saya gak tau apakah memang lebih banyak dialami anak lelaki atau tidak. Tetapi kalau beberapa cerita pengalaman dari beberapa teman, justru anak perempuan yang mengalami. Dan sampai dibawa terapi :)
ReplyDeleteOh gitu, ya. Apa mungkin random juga, ya. Kalau di lingkungan saya, dan teman2 saya, rata2 malah anak laki, Mbak.
DeleteEh, kok kebetulan ya. Anak pertamaku laki-laki juga telat bicara. Umur 2,5 tahun baru bisa bicara. Jalannya pun juga. 1,5 tahun baru jalan
ReplyDeleteAnak pertama saya, perempuan, lebih duluan bicaranya daripada jalannya. Dia mulai berjalan umur 18 bulan secara tiba-tiba karena sebelumnya dia tidak latihan jalan sendiri tapi kami selalu bantu tetah. Cukup surprise waktu itu walau sempat khawatir jika anak seusianya sudah pandai berlari. Namun saya yakin jika anak itu unik, berusaha berpikiran positif. Sedangkan anak kedua, laki-laki, dia jalan lebih dulu daripada bicaranya. saat ini dia umur 20 bulan. bicara hanya 1 atau 2 kata saja, misal mama, papa, gak mau. Menyebut benda saja masih belum jelas misal pesawat bilangnya wawat,pinguin bilangnya uiwin. Saya sempat berpikir apa speech delay? Namun jika saya tanya kesana kemari baca sana sini, kebanyakan anak laki-laki memang lebih banyak jalan duluan daripada bicaranya.
ReplyDelete